Minggu, 19 Desember 2021

Filsafat Pengetahuan dalam Kehidupan Sehari-hari

 


            Filsafat pengetahuan adalah satu dari beberapa cabang ilmu filsafat yang secara lebih mendalam membahas tentang manusia dan kebenaran. Selain filsafat pengetahuan, ada berbagai macam istilah yang kerap digunakan untuk menyebut pokok bahasan ini, antara lain: Logica Maior. Istilah ini disebut karena filsafat pengetahuan mendahului logika yang biasa dan diandaikan dapat memberi dasar untuk logika, karena mempertanyakan kesanggupan budi untuk mencapai kebenaran. Istilah kedua adalah Critica yang diperkenalkan oleh Immanuel Kant. Istilah ini digunakan karena filsafat pengetahuan bertugas menyelidiki secara kritis kesanggupan dan keterbukaan budi untuk mengenal in se. Kant menyimpulkan bahwa budi manusia tidak sanggup menangkap diri kenyataan sebenarnya (Noumenon), yang dapat dikenal hanyalah fenomen. Istilah ketiga adalah Metaphisica Fundamentalis yang diperkenalkan oleh beberapa filsuf untuk melawan teori Critica Immanuel Kant. Mereka menyimpulkan bahwa budi manusia sanggup mencapai kebenaran, yakni kenyataan sendiri. Sebagaimana Kant menganggap metafisik adalah sesuatu yang tidak mungkin, mereka menganggap filsafat pengetahuan adalah dasar untuk kajian metafisik. Istilah lain adalah Gnoseologi yang dalam bahasa Yunani gnosis berarti pengetahuan umum yang pernah diperkenalkan oleh Alexander Gotlieb Baumgarten. Dan istilah yang terakhir adalah Epistemologi yang berarti pengetahuan atau ilmu, sebab filsafat pengetahuan bertugas mengkaji metode dan nilai ilmu-ilmu tertentu.

            Dari kelima istilah yang ada, penulis lebih tertarik dengan istilah epistemologi. Epistemologi berasal dari kata Yunani episteme yang berarti pengetahuan, dan kata logos yang berarti perkataan, ilmu, pikiran. Kata ‘episteme’ dalam bahasaYunani berasal dari kata kerja epistemai, artinya mendudukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, episteme secara harfiah berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk “menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya.”

            Menarik bahwa istilah epistemologi diakhiri berasal dari kata logos. Hal ini menunjuk sesuatu yang ekspilit bahwa cabang filsafat ini adalah salah satu dari cabang ilmu. Epistemologi, menurut penulis, meletakkan dasar bagi cabang ilmu lain, terlebih dalam hal mencari dan menemukan kebenaran dalam ilmu tersebut. Setiap cabang ilmu pasti memiliki ilmu spesifik dan epistemologi akan berbicara tentang ilmu dari ilmu tersebut: epistemologi dari epistemologi adalah…Epistemologi dari sosiologi adalah…Epistemologi dari antropologi adalah…Epistemologi dari kosmologi adalah…dan lain-lain.

Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Oleh karena berbicara tentang pengetahuan manusia, epistemologi juga secara eksplisit berbicara tentang manusia. Epistemologi secara kritis mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba memberi pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitasnya. Selain itu, epistemologi juga merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, sesama, lingkungan sekitar, dan alam sekitarnya. Maka epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif, dan kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Normatif berarti menentukan norma dan tolok ukur penalaran bagi kebenaran pengetahuan.

Epistemologi sebagai cabang ilmu filsafat tidak cukup hanya memberi deskripsi atau paparan tentang bagaimana proses manusia mengetahui itu terjadi (seperti dibuat oleh psikologi kognitif), tetapi perlu membuat penentuan mana yang keliru berdasarkan norma epistemik. Sedangkan kritis berarti banyak mempertanyakan dan menguji kenalaran cara maupun hasil kegiatan manusia mengetahui. Yang dipertanyakan adalah baik asumsi-asumsi, cara kerja atau pendekatan yang diambil, maupun kesimpulan yang ditarik dalam pelbagai kegiatan kognitif manusia.

            Epistemologi menjadi sebuah ilmu yang sangat penting untuk dipelajari dan dipahami karena epistemologi tidak semata-mata berbicara tentang pengetahuan, namun berbicara tentang manusia sebagai pemilik ilmu dan pengetahuan tersebut. Oleh karena itu objek kajian epistemologi ini akan juga secara otomatis berbicara tentang manusia. Epistemologi membahas sejauh mana manusia dapat mencapai kebenaran; apakah mungkin manusia sanggup untuk menggapainya; sampai dimanakah kesanggupan budi manusia; sehingga epistemologi membahas tentang masalah kebenaran pengetahuan dan sifat-sifatnya dalam kaitannya dengan diri manusia.

            Epistemologi erat kaitannya dengan filsafat manusia karena epistemologi berbicara tentang akal dan kesanggupan akal manusia untuk mencapai kebenaran. Adelbert Snijders, dalam bukunya yang berjudul Manusia dan Kebenaran mengatakan bahwa manusia dan kebenaran adalah tema paling pokok untuk filsafat pengetahuan atau yang juga disebut epistemologi. Epistemologi membahas pelbagai masalah yang berhubungan dengan pengetahuan. Masalah kebenaran sangat dasariah karena menyangkut segala pengetahuan dan kenyataan. Masalahnya ialah hubungan antara pengetahuan dan kenyataan. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang maksudnya sesuai dengan kenyataan. Apakah budi manusia bersifat tertutup atau terbuka bagi kenyataan? Mungkinkah manusia dapat mengetahui persesuaian pengetahuan dengan kenyataan yang ada di luar pengetahannya? Sampai dimanakah batas keterbukaan? Pertanyaan inilah yang hendak dijawab oleh epistemologi dan sekaligus menjawab pertanyaan atas hubungan antara filsafat pengetahuan dengan filsafat manusia.

            Kebenaran dan pengetahuan yang hendak dicapai dalam epistemologi berdasar pada kehidupan riil manusia. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan adanya pengetahuan, antara lain adalah pengalaman manusia. Semua bentuk penyelidikan ke arah pengetahuan mulai dari pengalaman. Maka, hal pertama dan utama yang mendasari dan yang memungkinkan adanya pengetahuan adalah pengalaman. Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa perjumpaan dan apa yang terjadi pada manusia dalam interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan sosial sekitarnya dan dengan seluruh kenyataan, termasuk Yang Ilahi. Pengalaman dapat diperoleh dari pengamatan panca indra. Misalnya, saya melihat hutan yang begitu lebat. Maka saya dapat membuat suatu konsep tentang hutan tersebut. Dengan telinga misalnya, saya dapat mendengar seorang imam berkotbah tentang kehadiran Allah dalam hidup sehari-hari, maka saya dapat membuat konsep bahwa Allah ada dalam setiap kehidupan saya.

            Selain pengalaman indrawi di atas, pengetahuan juga berdasar dari ingatan manusia. Ingatan dan pengalaman saling berkaitan satu sama lain, sebab tanpa ingatan, pengalaman indrawi tidak akan dapat berkembang menjadi pengetahuan. Di lain pihak, ingatan mengandaikan pengalaman indrawi sebagai sumber dan dasar rujukannya. Saya hanya dapat mengingat apa yang sebelumnya pernah saya alami secara indrawi, entah secara langsung atau tidak langsung. Pada umumnya saya yakin bahwa objek langsung ingatan saya adalah peristiwa masa lalu itu sendiri, dan bukan gambaran tentangnya. Peristiwa masa lalu secara langsung hadir dalam ingatan dan bukan sesuatu yang secara sadar disimpulkan melalui suatu penalaran. Selain itu, ingatan juga tidak selalu benar, dan karenanya tidak selalu merupakan suatu bentuk pengetahuan. Ingatan mengahadapkan saya pada peristiwa masa lalu, maka pernyataan saya sekarang tentangnya dapat saja memuat ketidaktepatan.

            Dasar lain dari terbentuknya pengetahuan adalah kesaksian. Kesaksian disini dimaksudkan penegasan sesuatu sebagai benar oleh seorang saksi kejadian atau peristiwa, dan diajukan kepada orang lain untuk dipercaya. Pengalaman indrawi langsung dan ingatan pribadi mengenai suatu peristiwa atau fakta tertentu tidak selalu dimiliki oleh manusia. Akan tetapi, pengetahuan juga sering kali diperoleh dari kesaksian orang lain yang dapat dipercayai. Masyarakat manusia tidak bisa berjalan kalau dia tidak pernah bisa menerima kesaksian orang lain. Inilah sebabnya dalam masyarakat yang warganya sudah kehilangan kepercayaan satu sama lain, pasti hidup bersamanya akan kacau. Dalam hidup sehari-hari, penulis banyak mendapat pengetahuan dari kesaksian orang lain yang dapat dipercaya. Dalam bidang ilmu pengetahuan misalnya, penulis menerima pendapat para ahli dalam bidangnya untuk saya jadikan sebagai tumpuan. Kendati kesaksian tidak dapat memberi kepastian mutlak mengenai kebenaran isi kesaksiannya, namun sebagai dasar dan sumber pengetahuan cara ini banyak ditempuh. Ilmu pengetahuan seperti sejarah, hukum, dan agama secara metodologis banyak bersandar pada kesaksian orang lain.

            Minat dan rasa ingin tahu juga adalah dasar yang meletakkan adanya pengetahuan. Minat mengarahkan perhatian terhadap hal-hal yang dialami dan dianggap penting untuk diperhatikan. Ini berarti bahwa dalam kegiatan mengetahui selalu sudah termuat unsur penilaian. Orang akan meminati apa yang ia pandang bernilai. Sedangkan rasa ingin tahu mendorong orang untuk bertanya dan melakukan penyelidikan atas apa yang dialami dan menarik minatnya. Rasa ingin tahu erat kaitannya dengan pengalaman kekaguman atau keheranan akan apa yang dialami. Seperti dikatakan oleh Plato, filsafat hadir karena rasa kagum dan heran. Kegiatan ini berlaku untuk semua kegiatan mencari pengetahuan. Maka manusia selalu bertanya untuk mendapatkan jawaban yang ia inginkan.  Karena selalu saja masih ada hal-hal yang belum diketahui, setiap jawaban atas pertanyaan sering memunculkan pertanyaan baru yang mengharapkan jawaban.

            Selain poin-poin yang telah saya sebut di atas, masih ada lagi beberapa faktor lain yang mempengaruhi munculnya pengetahuan, seperti pikiran dan penalaran, logika, bahasa, dan kebutuhan hidup manusia. Tentang kebutuhan manusia ini, dapat dikatakan bahwa kebutuhan manusia merupakan suatu faktor yang mempengaruhi muncul dan berkembangnya pengetahuan manusia. Memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan untuk dapat hidup merupakan suatu bagian dari cara berada manusia. Dalam arti ini kegiatan merupakan cara berada manusia. Berbeda dengan binatang, manusia dapat belajar dan memperoleh pengetahuan, serta dapat mengajarkan pengetahuan itu kepada generasi berikutnya. Selain itu, manusia dapat menciptakan alat, memiliki strategi, dan kebijaksanaan dalam bertindak. Pengetahuan yang benar pada dasarnya dicari manusia untuk dapat bertindak secara tepat. Pengetahuan juga perlu dicari demi diri sendiri terdorong oleh rasa ingin tahu atau demi cinta akan kebenaran. Manusia tidak hanya butuh menguasai dan memanfaatkan dunia sekitar, tetapi juga mengagumi dan memahaminya.

            Dalam kaitannya dengan kebenaran, ada sebuah umpasa (pantun) dalam Bahasa Toba, di mana penulis ada di dalamnya, dikatakan demikian: Ompunta raja di jolo martungkothon siala gundi, na pinungka ni na parjolo, ido siihuthonon ni angka naumpudi. Secara harfiah, arti dari umpasa ini adalah: adat budaya yang dciptakan oleh leluhur itulah yang harus diikuti atau dipedomani yang belakangan. Hal ini berarti bahwa adat budaya yang berlaku dan diberlakukan oleh para leluhur dahulu, itulah yang harus dipedomani oleh generasi penerus. Umpasa yang berisi hukum adat ini sudah tidak mutlak harus dilakukan. Sebab kalau kita melakukan adat budaya sebagaimana para leluhur melakukannya, itu berarti kita tidak menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, terutama dengan kekristenan yang sudah dianut. Karena itu umpasa di atas dapat direvisi menjadi sebagai berikut: Ompunta raja di jolo martungkot siala gundi, na pinungka ni na parjolo sipaune-uneon ni na umpudi. Hal ni berarti bahwa adat budaya yang dilakukan atau diberlakukan para pendahulu kita, hendaklah dipilah-pilah (dipaune-une) oleh generasi penerus, yang dipertahankan dan yang dinilai tidak baik atau bertentangan dengan kekristenan sudah waktunya ditinggalkan atau dimuseumkan. Tetapi perlu hati-hati bahwa di dalam memilah-milah itu harus didahului pemahaman. Jangan sampai yang baik disebut tidak baik karena kurangnya pengetahuan akan kebenaran.

            Sejalan dengan umpasa di atas, ada sebuah umpasa lain yang berbicara tentang hukum yang sama, yaitu: habang lote, dolok marsigurpak-gurpaki, uhum ni angka na parjolo unang ma tahalupai. Secara harfiah, umpasa ini memiliki arti bahwa hukum yang diwariskan leluhur janganlah dilupakan. Nasihat atau pesan kepada orang Batak agar hukum yang diciptakan leluhur dulu janganlah dilupakan, hendaklah dihayati dan tercermin dalam hidup sehari-hari. Walaupun demikian, perlu dicatatkan bahwa hukum ciptaan leluhur ini hendaklah pula dikaji ulang. Kalau hal itu bernilai baik, maka dapat diterima, akan tetapi bila tidak sesuai lagi dengan agama dan modernisasi boleh saja dilupakan atau dimuseumkan.

            Ketiga umpasa yang saya sebut di atas memiliki kesamaan antara satu sama lain. Lantas, apa hubungan umpasa ini dengan teori kebenaran dalam pelajaran filsafat pengetahuan? Umpasa di atas berbcara tentang hukum dan tata cara yang telah dibuat sedemikan rupa oleh nenek moyang Batak Toba agar kiranya diikuti dengan baik. Ada banyak hal yang baik dan benar yang telah dimulai dan dibentuk oleh nenek moyang, dan itulah yang harus diikuti. Bagi penulis, adalah hal yang luar biasa bahwa manusia Batak telah mampu membuat aturan dan hukum adat yang sedemikian kompleks untuk dapat diikuti oleh manusia Batak zaman ini. Tanpa harus menafsir banyak yang telah ada, menurut penulis, masih ada begitu banyak kebenaran yang telah dibuat oleh nenek moyang masih relevan dengan kehidupan manusia sekarang ini. Misalnya saja tentang adat dalihan na tolu (sistem kekerabatan Batak Toba), dapat mengatur parhundul (posisi) setiap orang Batak di dalam adat. Selain itu, dalihan na tolu menjadi alat yang sangat berarti bagi persekutuan masyarakat Batak yang tinggal di perantauan. Demikianlah kebiasaan-kebiasaan yang baik, yang mengandung unsur kebenaran, yang telah diwariskan oleh nenek moyang, hendaknya diikuti dan dirawat oleh manusia Batak sekarang ini agar hidup menjadi lebih baik. Bahwa ada yang tidak lagi sesuai dengan situasi zaman sekarang atau dengan iman kekristenan, perlu ditinjau dengan teliti, bila tidak sesuai maka boleh ditinggalkan.

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Filsafat Pengetahuan dalam Kehidupan Sehari-hari

              Filsafat pengetahuan adalah satu dari beberapa cabang ilmu filsafat yang secara lebih mendalam membahas tentang manusia dan ...