Filsafat pengetahuan
adalah satu dari beberapa cabang ilmu filsafat yang secara lebih mendalam
membahas tentang manusia dan kebenaran. Selain filsafat pengetahuan, ada
berbagai macam istilah yang kerap digunakan untuk menyebut pokok bahasan ini,
antara lain: Logica Maior. Istilah ini disebut karena filsafat
pengetahuan mendahului logika yang biasa dan diandaikan dapat memberi dasar
untuk logika, karena mempertanyakan kesanggupan budi untuk mencapai kebenaran.
Istilah kedua adalah Critica yang diperkenalkan oleh Immanuel Kant.
Istilah ini digunakan karena filsafat pengetahuan bertugas menyelidiki secara
kritis kesanggupan dan keterbukaan budi untuk mengenal in se. Kant
menyimpulkan bahwa budi manusia tidak sanggup menangkap diri kenyataan
sebenarnya (Noumenon), yang dapat dikenal hanyalah fenomen. Istilah ketiga
adalah Metaphisica Fundamentalis yang diperkenalkan oleh beberapa filsuf
untuk melawan teori Critica Immanuel Kant. Mereka menyimpulkan bahwa
budi manusia sanggup mencapai kebenaran, yakni kenyataan sendiri. Sebagaimana
Kant menganggap metafisik adalah sesuatu yang tidak mungkin, mereka menganggap
filsafat pengetahuan adalah dasar untuk kajian metafisik. Istilah lain adalah Gnoseologi
yang dalam bahasa Yunani gnosis berarti pengetahuan umum yang pernah
diperkenalkan oleh Alexander Gotlieb Baumgarten. Dan istilah yang terakhir
adalah Epistemologi yang berarti pengetahuan atau ilmu, sebab filsafat
pengetahuan bertugas mengkaji metode dan nilai ilmu-ilmu tertentu.
Dari kelima istilah yang ada,
penulis lebih tertarik dengan istilah epistemologi. Epistemologi berasal
dari kata Yunani episteme yang berarti pengetahuan, dan kata logos yang
berarti perkataan, ilmu, pikiran. Kata ‘episteme’ dalam bahasaYunani
berasal dari kata kerja epistemai, artinya mendudukkan, menempatkan,
atau meletakkan. Maka, episteme secara harfiah berarti pengetahuan
sebagai upaya intelektual untuk “menempatkan sesuatu dalam kedudukan
setepatnya.”
Menarik bahwa istilah epistemologi
diakhiri berasal dari kata logos. Hal ini menunjuk sesuatu yang ekspilit
bahwa cabang filsafat ini adalah salah satu dari cabang ilmu. Epistemologi,
menurut penulis, meletakkan dasar bagi cabang ilmu lain, terlebih dalam hal
mencari dan menemukan kebenaran dalam ilmu tersebut. Setiap cabang ilmu pasti
memiliki ilmu spesifik dan epistemologi akan berbicara tentang ilmu dari ilmu
tersebut: epistemologi dari epistemologi adalah…Epistemologi dari sosiologi
adalah…Epistemologi dari antropologi adalah…Epistemologi dari kosmologi adalah…dan
lain-lain.
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba
menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Oleh karena
berbicara tentang pengetahuan manusia, epistemologi juga secara eksplisit
berbicara tentang manusia. Epistemologi secara kritis mengkaji pengandaian-pengandaian
dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta
mencoba memberi pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan
objektivitasnya. Selain itu, epistemologi juga merupakan suatu upaya rasional
untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam
interaksinya dengan diri, sesama, lingkungan sekitar, dan alam sekitarnya. Maka
epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif, dan
kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan,
sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin
kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara
nalar. Normatif berarti menentukan norma dan tolok ukur penalaran bagi
kebenaran pengetahuan.
Epistemologi sebagai cabang ilmu
filsafat tidak cukup hanya memberi deskripsi atau paparan tentang bagaimana
proses manusia mengetahui itu terjadi (seperti dibuat oleh psikologi kognitif),
tetapi perlu membuat penentuan mana yang keliru berdasarkan norma epistemik.
Sedangkan kritis berarti banyak mempertanyakan dan menguji kenalaran cara
maupun hasil kegiatan manusia mengetahui. Yang dipertanyakan adalah baik
asumsi-asumsi, cara kerja atau pendekatan yang diambil, maupun kesimpulan yang
ditarik dalam pelbagai kegiatan kognitif manusia.
Epistemologi menjadi sebuah ilmu
yang sangat penting untuk dipelajari dan dipahami karena epistemologi tidak
semata-mata berbicara tentang pengetahuan, namun berbicara tentang manusia
sebagai pemilik ilmu dan pengetahuan tersebut. Oleh karena itu objek kajian
epistemologi ini akan juga secara otomatis berbicara tentang manusia.
Epistemologi membahas sejauh mana manusia dapat mencapai kebenaran; apakah
mungkin manusia sanggup untuk menggapainya; sampai dimanakah kesanggupan budi
manusia; sehingga epistemologi membahas tentang masalah kebenaran pengetahuan
dan sifat-sifatnya dalam kaitannya dengan diri manusia.
Epistemologi erat kaitannya dengan filsafat manusia
karena epistemologi berbicara tentang akal dan kesanggupan akal manusia untuk
mencapai kebenaran. Adelbert Snijders, dalam bukunya yang berjudul Manusia
dan Kebenaran mengatakan bahwa manusia dan kebenaran adalah tema paling
pokok untuk filsafat pengetahuan atau yang juga disebut epistemologi. Epistemologi
membahas pelbagai masalah yang berhubungan dengan pengetahuan. Masalah
kebenaran sangat dasariah karena menyangkut segala pengetahuan dan kenyataan.
Masalahnya ialah hubungan antara pengetahuan dan kenyataan. Pengetahuan yang
benar adalah pengetahuan yang maksudnya sesuai dengan kenyataan. Apakah budi
manusia bersifat tertutup atau terbuka bagi kenyataan? Mungkinkah manusia dapat
mengetahui persesuaian pengetahuan dengan kenyataan yang ada di luar
pengetahannya? Sampai dimanakah batas keterbukaan? Pertanyaan inilah yang
hendak dijawab oleh epistemologi dan sekaligus menjawab pertanyaan atas
hubungan antara filsafat pengetahuan dengan filsafat manusia.
Kebenaran
dan pengetahuan yang hendak dicapai dalam epistemologi berdasar pada kehidupan
riil manusia. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan adanya pengetahuan, antara
lain adalah pengalaman manusia. Semua bentuk penyelidikan ke arah pengetahuan
mulai dari pengalaman. Maka, hal pertama dan utama yang mendasari dan yang
memungkinkan adanya pengetahuan adalah pengalaman. Pengalaman adalah
keseluruhan peristiwa perjumpaan dan apa yang terjadi pada manusia dalam
interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan sosial sekitarnya dan dengan
seluruh kenyataan, termasuk Yang Ilahi. Pengalaman dapat diperoleh dari
pengamatan panca indra. Misalnya, saya melihat hutan yang begitu lebat. Maka
saya dapat membuat suatu konsep tentang hutan tersebut. Dengan telinga
misalnya, saya dapat mendengar seorang imam berkotbah tentang kehadiran Allah
dalam hidup sehari-hari, maka saya dapat membuat konsep bahwa Allah ada dalam
setiap kehidupan saya.
Selain
pengalaman indrawi di atas, pengetahuan juga berdasar dari ingatan manusia.
Ingatan dan pengalaman saling berkaitan satu sama lain, sebab tanpa ingatan, pengalaman
indrawi tidak akan dapat berkembang menjadi pengetahuan. Di lain pihak, ingatan
mengandaikan pengalaman indrawi sebagai sumber dan dasar rujukannya. Saya hanya
dapat mengingat apa yang sebelumnya pernah saya alami secara indrawi, entah
secara langsung atau tidak langsung. Pada umumnya saya yakin bahwa objek
langsung ingatan saya adalah peristiwa masa lalu itu sendiri, dan bukan
gambaran tentangnya. Peristiwa masa lalu secara langsung hadir dalam ingatan
dan bukan sesuatu yang secara sadar disimpulkan melalui suatu penalaran. Selain
itu, ingatan juga tidak selalu benar, dan karenanya tidak selalu merupakan
suatu bentuk pengetahuan. Ingatan mengahadapkan saya pada peristiwa masa lalu,
maka pernyataan saya sekarang tentangnya dapat saja memuat ketidaktepatan.
Dasar
lain dari terbentuknya pengetahuan adalah kesaksian. Kesaksian disini
dimaksudkan penegasan sesuatu sebagai benar oleh seorang saksi kejadian atau
peristiwa, dan diajukan kepada orang lain untuk dipercaya. Pengalaman indrawi langsung
dan ingatan pribadi mengenai suatu peristiwa atau fakta tertentu tidak selalu
dimiliki oleh manusia. Akan tetapi, pengetahuan juga sering kali diperoleh dari
kesaksian orang lain yang dapat dipercayai. Masyarakat manusia tidak bisa
berjalan kalau dia tidak pernah bisa menerima kesaksian orang lain. Inilah
sebabnya dalam masyarakat yang warganya sudah kehilangan kepercayaan satu sama
lain, pasti hidup bersamanya akan kacau. Dalam hidup sehari-hari, penulis
banyak mendapat pengetahuan dari kesaksian orang lain yang dapat dipercaya.
Dalam bidang ilmu pengetahuan misalnya, penulis menerima pendapat para ahli
dalam bidangnya untuk saya jadikan sebagai tumpuan. Kendati kesaksian tidak
dapat memberi kepastian mutlak mengenai kebenaran isi kesaksiannya, namun
sebagai dasar dan sumber pengetahuan cara ini banyak ditempuh. Ilmu pengetahuan
seperti sejarah, hukum, dan agama secara metodologis banyak bersandar pada
kesaksian orang lain.
Minat
dan rasa ingin tahu juga adalah dasar yang meletakkan adanya pengetahuan. Minat
mengarahkan perhatian terhadap hal-hal yang dialami dan dianggap penting untuk
diperhatikan. Ini berarti bahwa dalam kegiatan mengetahui selalu sudah termuat
unsur penilaian. Orang akan meminati apa yang ia pandang bernilai. Sedangkan
rasa ingin tahu mendorong orang untuk bertanya dan melakukan penyelidikan atas
apa yang dialami dan menarik minatnya. Rasa ingin tahu erat kaitannya dengan
pengalaman kekaguman atau keheranan akan apa yang dialami. Seperti dikatakan
oleh Plato, filsafat hadir karena rasa kagum dan heran. Kegiatan ini berlaku
untuk semua kegiatan mencari pengetahuan. Maka manusia selalu bertanya untuk
mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
Karena selalu saja masih ada hal-hal yang belum diketahui, setiap
jawaban atas pertanyaan sering memunculkan pertanyaan baru yang mengharapkan
jawaban.
Selain
poin-poin yang telah saya sebut di atas, masih ada lagi beberapa faktor lain
yang mempengaruhi munculnya pengetahuan, seperti pikiran dan penalaran, logika,
bahasa, dan kebutuhan hidup manusia. Tentang kebutuhan manusia ini, dapat
dikatakan bahwa kebutuhan manusia merupakan suatu faktor yang mempengaruhi
muncul dan berkembangnya pengetahuan manusia. Memperoleh pengetahuan yang
dibutuhkan untuk dapat hidup merupakan suatu bagian dari cara berada manusia.
Dalam arti ini kegiatan merupakan cara berada manusia. Berbeda dengan binatang,
manusia dapat belajar dan memperoleh pengetahuan, serta dapat mengajarkan
pengetahuan itu kepada generasi berikutnya. Selain itu, manusia dapat
menciptakan alat, memiliki strategi, dan kebijaksanaan dalam bertindak. Pengetahuan
yang benar pada dasarnya dicari manusia untuk dapat bertindak secara tepat.
Pengetahuan juga perlu dicari demi diri sendiri terdorong oleh rasa ingin tahu
atau demi cinta akan kebenaran. Manusia tidak hanya butuh menguasai dan
memanfaatkan dunia sekitar, tetapi juga mengagumi dan memahaminya.
Dalam
kaitannya dengan kebenaran, ada sebuah umpasa (pantun) dalam Bahasa
Toba, di mana penulis ada di dalamnya, dikatakan demikian: Ompunta raja di
jolo martungkothon siala gundi, na pinungka ni na parjolo, ido siihuthonon ni
angka naumpudi. Secara harfiah, arti dari umpasa ini adalah: adat
budaya yang dciptakan oleh leluhur itulah yang harus diikuti atau dipedomani
yang belakangan. Hal ini berarti bahwa adat budaya yang berlaku dan
diberlakukan oleh para leluhur dahulu, itulah yang harus dipedomani oleh
generasi penerus. Umpasa yang berisi hukum adat ini sudah tidak mutlak
harus dilakukan. Sebab kalau kita melakukan adat budaya sebagaimana para
leluhur melakukannya, itu berarti kita tidak menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman, terutama dengan kekristenan yang sudah dianut. Karena itu umpasa
di atas dapat direvisi menjadi sebagai berikut: Ompunta raja di jolo
martungkot siala gundi, na pinungka ni na parjolo sipaune-uneon ni na umpudi. Hal
ni berarti bahwa adat budaya yang dilakukan atau diberlakukan para pendahulu
kita, hendaklah dipilah-pilah (dipaune-une) oleh generasi penerus, yang
dipertahankan dan yang dinilai tidak baik atau bertentangan dengan kekristenan
sudah waktunya ditinggalkan atau dimuseumkan. Tetapi perlu hati-hati bahwa di
dalam memilah-milah itu harus didahului pemahaman. Jangan sampai yang baik
disebut tidak baik karena kurangnya pengetahuan akan kebenaran.
Sejalan
dengan umpasa di atas, ada sebuah umpasa lain yang berbicara
tentang hukum yang sama, yaitu: habang lote, dolok marsigurpak-gurpaki, uhum
ni angka na parjolo unang ma tahalupai. Secara harfiah, umpasa ini
memiliki arti bahwa hukum yang diwariskan leluhur janganlah dilupakan. Nasihat
atau pesan kepada orang Batak agar hukum yang diciptakan leluhur dulu janganlah
dilupakan, hendaklah dihayati dan tercermin dalam hidup sehari-hari. Walaupun
demikian, perlu dicatatkan bahwa hukum ciptaan leluhur ini hendaklah pula
dikaji ulang. Kalau hal itu bernilai baik, maka dapat diterima, akan tetapi
bila tidak sesuai lagi dengan agama dan modernisasi boleh saja dilupakan atau
dimuseumkan.
Ketiga
umpasa yang saya sebut di atas memiliki kesamaan antara satu sama lain.
Lantas, apa hubungan umpasa ini dengan teori kebenaran dalam pelajaran
filsafat pengetahuan? Umpasa di atas berbcara tentang hukum dan tata
cara yang telah dibuat sedemikan rupa oleh nenek moyang Batak Toba agar kiranya
diikuti dengan baik. Ada banyak hal yang baik dan benar yang telah dimulai dan
dibentuk oleh nenek moyang, dan itulah yang harus diikuti. Bagi penulis, adalah
hal yang luar biasa bahwa manusia Batak telah mampu membuat aturan dan hukum
adat yang sedemikian kompleks untuk dapat diikuti oleh manusia Batak zaman ini.
Tanpa harus menafsir banyak yang telah ada, menurut penulis, masih ada begitu
banyak kebenaran yang telah dibuat oleh nenek moyang masih relevan dengan
kehidupan manusia sekarang ini. Misalnya saja tentang adat dalihan na tolu (sistem
kekerabatan Batak Toba), dapat mengatur parhundul (posisi) setiap orang
Batak di dalam adat. Selain itu, dalihan na tolu menjadi alat yang
sangat berarti bagi persekutuan masyarakat Batak yang tinggal di perantauan.
Demikianlah kebiasaan-kebiasaan yang baik, yang mengandung unsur kebenaran,
yang telah diwariskan oleh nenek moyang, hendaknya diikuti dan dirawat oleh
manusia Batak sekarang ini agar hidup menjadi lebih baik. Bahwa ada yang tidak
lagi sesuai dengan situasi zaman sekarang atau dengan iman kekristenan, perlu
ditinjau dengan teliti, bila tidak sesuai maka boleh ditinggalkan.